CONTOH LEGENDA
La Maddukkelleng (lahir: Wajo, Sulawesi Selatan, 1700 - wafat: Wajo, Sulawesi Selatan, 1765) adalah seorang ksatria
dari Wajo, Sulawesi Selatan. Pada masa kecilnya hidup di lingkungan
istana (Arung Matowa Wajo) Wajo. Menginjak masa remaja ia diajak oleh
pamannya mengikuti acara adu (sambung) ayam di kerajaan tetangganya
Bone. Namun pada waktu itu terjadi ketidak adilan penyelenggaraan acara
tersebut dimana orang Wajo merasa dipihak yang teraniaya, La
Maddukkelleng tidak menerima hal tersebut dan terjadilah perkelahian.
Ia lalu kembali ke Wajo dalam pengejaran orang Bone, lalu lewat Dewan
Ade Pitue, ia memohon izin untuk merantau mencari ilmu. Dengan berbekal
Tiga Ujung, (ujung mulut, ujung tombak, dan ujung kemaluan) ia berhasil
di negeri Pasir (Kalimantan) sampai ke Malaysia, dan merajai Selat
Makassar, hingga Belanda menjulukinya dengan Bajak Laut. Dia berhasil
menikah dengan puteri Raja Pasir, dan salah seorang puterinya kawin
dengan Raja Kutai. Dia bersama pengikutnya terus menerus melawan
Belanda. Setelah sepuluh tahun La Maddukkelleng memerintah Pasir
sebagai Sultan Pasir, datanglah utusan dari Arung Matowa Wajo La
Salewangeng yang bernama La Dalle Arung Taa menghadap Sultan Pasir
dengan membawa surat yang isinya mengajak kembali, karena Wajo dalam
ancaman Bone. La Maddukkelleng akhirnya kembali lagi ke Tanah Wajo dan
melalui suatu mufakat Arung Ennengnge (Dewan Adat), beliau diangkat
sebagai Arung Matowa Wajo XXXIV. Dalam pemerintahannya, tercatat
berhasil menciptakan strategi pemerintahan yang cemerlang yang terus
menerus melawan dominasi Belanda dan membebaskan Wajo dari penjajahan
diktean Kerajaan Bone, juga keberhasilan memperluas wilayah kekuasaan
Kerajaan Wajo.
CONTOH MITOS
1. Seorang Ayah yang pulang kerja, ketika punya baby harus ke kamar mandi
dulu untuk cuci tangan dan kaki, katanya supaya setan dari luar yang
ikit di badan si Ayah tidak menakuti bayinya. Logika untuk itos ini
mudah saja tentu saja orang yang pulang kerja lewat jalan yang penuh
dengan debu dan kotoran, belum lagi kalau macet dan asap kendaraan
menempel di baju. Bayi yang baru lahir belum memiliki anti body yang
kuat jadi rentann terkena berbagai macam penyakit. Debu dan kotoran
yang menempel di baju si Ayah ialah sarang kuman dan virus, jadi harus
dihilangkan dulu dengan cara cuci tangan dan kaki, lebih baik lagi
kalau mandi dulu, baru timang-timang anak tersayang.
2. Mitos lain, calon pengantin perempuan dilarang keras keramas ketika
dekat hari H kenapa ? katanya supaya tidak turun hujan deras ketika
resepsi berlangsung yang bisa mengacaukan acara. Masuk akal tidak ya ?
keramas dan hujan ? logikanya kenapa calo pengantin perempuan dilarang
membasahi rambutnya (keramas) karena kata penata rias pengantin, kalau
rambut yang akan disanggul itu di keramasi maka tekstur rambut jadi
halus dan lembek ini menyulitkan si penata rambut memasang sanggul.
Jadi ketika hari H si calon pengantin tidak boleh keramas supaya lebih
mudah disasak dan dipasang sanggul. (kalau aku mah kerudungan aja pas
nikah, biar bisa keramas sesukaku hehehe) urusan hujan cuekin aja, cari
bulan nikahnya dimusim kemarau biar ga keujanan.
CONTOH CERITA RAKYAT
Pada zaman dahulu Sang Kancil merupakan binatang yang paling cerdik
di dalam hutan. Banyak binatang di dalam hutan datang kepadanya untuk
meminta pertolongan apabila mereka menghadapi masalah. Walaupun ia
menjadi tempat tumpuan binatang-binatang di dalam hutan, tetapi ia
tidak menunjukkan sikap yang sombong malah bersedia membantu kapan saja.
Suatu hari Sang Kancil berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari
makanan. Karena makanan di sekitar kawasan kediamannya telah berkurang,
Sang Kancil pergi untuk mencari di luar kawasan kediamannya. Cuaca pada
hari itu, sangat panas dan terlalu lama berjalan, menyebabkan Sang
Kancil kehausan. Lalu, ia berusaha mencari sungai terdekat. Setelah
mengelilingi hutan akhirnya Kancil aliran sungai yang sangat jernih
airnya. Tanpa membuang waktu, Sang Kancil minum sepuas-puasnya.
Dinginnya air sungai itu menghilangkan rasa dahaga Sang Kancil.
Kancil terus berjalan menyusuri tebing sungai. Apabila terasa capai, ia beristirahat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rindang. Kancil berkata di dalam hatinya “Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lezat-lezat.” Setelah rasa capainya hilang, Sang Kancil kembali menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaunan kegemarannya yang terdapat di sekitarnya. Ketika tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil memandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai. “Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut,” pikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berpikir mencari akal bagaimana cara menyeberangi sungai yang sangat dalam dan deras arusnya itu. Tiba-tiba Sang Kacil memandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya, apabila hari panas buaya suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata,” Hai sahabatku Sang Buaya, apa kabarmu hari ini?” Buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari membuka mata dan didapati Sang Kancil yang menegurnya. “Kabar baik sahabatku, Sang Kancil.” Sambung buaya lagi, “Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?”
“Aku membawa kabar gembira untukmu,” jawab Sang Kancil. Mendengar kata-kata Sang Kancil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil, lalu berkata, “Ceritakan kepadaku apakah yang hendak engkau sampaikan?”
Kancil berkata, “Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini karena Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua.” Mendengar nama Raja Sulaiman saja sudah menakuti semua binatang karena Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. “Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun ke dasar sungai untuk memanggil semua kawanku,” kata Sang Buaya. Sementara itu, Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian, semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata “Hai buaya sekalian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua karena Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini.” Kata kancil lagi, “Berbarislah kamu merentasi sungai mulai dari tebing sebelah sini sampai ke tebing sebelah sana.”
Karena perintah tersebut datangnya dari Nabi Sulaiman, semua buaya segera berbaris tanpa membantah. Kata Buaya, “Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia.” Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mulai menghitung dengan menyebut “Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk,” sambil mengetuk kepala buaya hingga Kancil berjaya menyeberangi sungai. Ketika sampai ditebing seberang, Kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak gembira dan berkata, “Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahwa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman.”
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya merasa marah dan malu karena mereka telah ditipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara hingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meninggalkan buaya-buaya tersebut dan menghilangkan di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
Kancil terus berjalan menyusuri tebing sungai. Apabila terasa capai, ia beristirahat sebentar di bawah pohon beringin yang sangat rindang. Kancil berkata di dalam hatinya “Aku mesti bersabar jika ingin mendapat makanan yang lezat-lezat.” Setelah rasa capainya hilang, Sang Kancil kembali menyusuri tebing sungai tersebut sambil memakan dedaunan kegemarannya yang terdapat di sekitarnya. Ketika tiba di satu kawasan yang agak lapang, Sang Kancil memandang kebun buah-buahan yang sedang masak ranum di seberang sungai. “Alangkah enaknya jika aku dapat menyeberangi sungai ini dan dapat menikmati buah-buahan tersebut,” pikir Sang Kancil.
Sang Kancil terus berpikir mencari akal bagaimana cara menyeberangi sungai yang sangat dalam dan deras arusnya itu. Tiba-tiba Sang Kacil memandang Sang Buaya yang sedang asyik berjemur di tebing sungai. Sudah menjadi kebiasaan buaya, apabila hari panas buaya suka berjemur untuk mendapat cahaya matahari.Tanpa berlengah-lengah lagi kancil menghampiri buaya yang sedang berjemur lalu berkata,” Hai sahabatku Sang Buaya, apa kabarmu hari ini?” Buaya yang sedang asyik menikmati cahaya matahari membuka mata dan didapati Sang Kancil yang menegurnya. “Kabar baik sahabatku, Sang Kancil.” Sambung buaya lagi, “Apakah yang menyebabkan kamu datang ke mari?”
“Aku membawa kabar gembira untukmu,” jawab Sang Kancil. Mendengar kata-kata Sang Kancil, Sang Buaya tidak sabar lagi ingin mendengar khabar yang dibawa oleh Sang Kancil, lalu berkata, “Ceritakan kepadaku apakah yang hendak engkau sampaikan?”
Kancil berkata, “Aku diperintahkan oleh Raja Sulaiman supaya menghitung jumlah buaya yang terdapat di dalam sungai ini karena Raja Sulaiman ingin memberi hadiah kepada kamu semua.” Mendengar nama Raja Sulaiman saja sudah menakuti semua binatang karena Nabi Sulaiman telah diberi kebesaran oleh Allah untuk memerintah semua makhluk di muka bumi ini. “Baiklah, kamu tunggu di sini, aku akan turun ke dasar sungai untuk memanggil semua kawanku,” kata Sang Buaya. Sementara itu, Sang Kancil sudah berangan-angan untuk menikmati buah-buahan. Tidak lama kemudian, semua buaya yang berada di dasar sungai berkumpul di tebing sungai. Sang Kancil berkata “Hai buaya sekalian, aku telah diperintahkan oleh Nabi Saulaiman supaya menghitung jumlah kamu semua karena Nabi Sulaiman akan memberi hadiah yang istimewa pada hari ini.” Kata kancil lagi, “Berbarislah kamu merentasi sungai mulai dari tebing sebelah sini sampai ke tebing sebelah sana.”
Karena perintah tersebut datangnya dari Nabi Sulaiman, semua buaya segera berbaris tanpa membantah. Kata Buaya, “Sekarang hitunglah, kami sudah bersedia.” Sang Kancil mengambil sepotong kayu yang berada di situ lalu melompat ke atas buaya yang pertama di tepi sungai dan ia mulai menghitung dengan menyebut “Satu dua tiga lekuk, jantan betina aku ketuk,” sambil mengetuk kepala buaya hingga Kancil berjaya menyeberangi sungai. Ketika sampai ditebing seberang, Kancil terus melompat ke atas tebing sungai sambil bersorak gembira dan berkata, “Hai buaya-buaya sekalian, tahukah kamu bahwa aku telah menipu kamu semua dan tidak ada hadiah yang akan diberikan oleh Nabi Sulaiman.”
Mendengar kata-kata Sang Kancil semua buaya merasa marah dan malu karena mereka telah ditipu oleh kancil. Mereka bersumpah dan tidak akan melepaskan Sang Kancil apabila bertemu pada masa akan datang. Dendam buaya tersebut terus membara hingga hari ini. Sementara itu Sang Kancil terus melompat kegembiraan dan terus meninggalkan buaya-buaya tersebut dan menghilangkan di dalam kebun buah-buahan untuk menikmati buah-buahan yang sedang masak ranum itu.
referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/La_Madukelleng
http://laraasih.com/tag/contoh-mitos-tentang-keyakinan
http://paskalina.wordpress.com/2009/01/12/doneng-sang-kancil-dengan-buaya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar