Sejarah Hak
Cipta
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan
terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara
harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan
dengan penemuan mesin cetak.
Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg,
proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan
biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga,
kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali
meminta perlindungan hukum
terhadap karya cetak yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut
diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika
peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of
Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan
penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang
menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut
setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga
mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun,
yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the
Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang
Perlindungan Karya Seni
dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada
tahun 1886 adalah yang pertama
kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi
ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang
tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah
sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis
mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap
karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya
atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
Sejarah Hak Cipta Di Indonesia
Sejarah Hak Cipta Di Indonesia
Pada tahun 1958, Perdana
Menteri Djuanda
menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para
intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa
asing tanpa harus membayar royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah
Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan
Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan
undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut
kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor
12 Tahun 1997, dan pada akhirnya
dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan undang-undang tersebut
juga tak lepas dari peran Indonesia
dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah
meratifikasi pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup
pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs
("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual").
Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994.
Pada tahun 1997, pemerintah
meratifikasi kembali Konvensi Bern
melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak
Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Pada umumnya, suatu ciptaan
haruslah memenuhi standar minimum agar berhak mendapatkan hak cipta, dan hak
cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah periode waktu tertentu (masa berlaku
ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).
Ruang Lingkup Hak Cipta
Ruang Lingkup Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang memerlukan perlindungan hukum secara internasional yaitu :
1. hak cipta dan hak-hak berkaitan dengan hak cipta;
2. merek;
3. indikasi geografis;
4. rancangan industri;
5. paten;
6. desain layout dari lingkaran elektronik terpadu;
7. perlindungan terhadap rahasia dagang (undisclosed information);
8. pengendalian praktek-praktek persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi.
Pembagian lainnya yang dilakukan oleh para ahli adalah dengan mengelompokkan Hak Atas Kekayaan Intelektual sebagai induknya yang memiliki dua cabang besar yaitu :
1. hak milik perindustrian/hak atas kekayaan perindustrian (industrial property right);
2. hak cipta (copyright) beserta hak-hak berkaitan dengan hak cipta (neighboring rights).
Ruang Lingkup Hak Cipta
Ruang Lingkup Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang memerlukan perlindungan hukum secara internasional yaitu :
1. hak cipta dan hak-hak berkaitan dengan hak cipta;
2. merek;
3. indikasi geografis;
4. rancangan industri;
5. paten;
6. desain layout dari lingkaran elektronik terpadu;
7. perlindungan terhadap rahasia dagang (undisclosed information);
8. pengendalian praktek-praktek persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi.
Pembagian lainnya yang dilakukan oleh para ahli adalah dengan mengelompokkan Hak Atas Kekayaan Intelektual sebagai induknya yang memiliki dua cabang besar yaitu :
1. hak milik perindustrian/hak atas kekayaan perindustrian (industrial property right);
2. hak cipta (copyright) beserta hak-hak berkaitan dengan hak cipta (neighboring rights).
Hak cipta diberikan terhadap
ciptaan dalam ruang lingkup bidang ilmu pengetahuan, kesenian, dan
kesusasteraan. Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta,
yaitu "seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas
inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat
pribadi".
Perbedaan antara hak cipta
(copyright) dengan hak-hak yang berkaitan dengan hak terletak pada subyek
haknya.
Pada hak cipta subyek haknya
adalah pencipta sedangkan pada hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta subyek
haknya adalah artis pertunjukan terhadap penampilannya, produser rekaman
terhadap rekaman yang dihasilkannya, dan organisasi penyiaran terhadap program
radio dan televisinya. Baik hak cipta maupun hak-hak yang berkaitan dengan hak
cipta di Indonesia diatur dalam satu undang-undang, yaitu Undang-Undang Hak
Cipta (UUHC) UU .
Paten diberikan dalam ruang
lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang diterapkan dalam proses
industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility models) yang
hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang lebih
sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang
Paten (UUP).
Merek merupakan tanda yang
digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa) tertentu dengan yang
lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi
produsen dan konsumen.
Indikasi geographis merupakan tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis, termasuk alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut yang memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Jadi, disamping tanda berupa merek juga dikenal tanda berupa indikasi geografis berkaitan dengan faktor tertentu. Merek dan indikasi geografis di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Merek (UUM).
Pengertian
1. HAK CIPTA
Indikasi geographis merupakan tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis, termasuk alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut yang memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Jadi, disamping tanda berupa merek juga dikenal tanda berupa indikasi geografis berkaitan dengan faktor tertentu. Merek dan indikasi geografis di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Merek (UUM).
Pengertian
1. HAK CIPTA
Hak khusus bagi pencipta maupun
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin
untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 ayat 1 UUHC).
Dikatakan hak khusus atau sering juga disebut hak eksklusif yang berarti hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta dan tentunya tidak untuk orang lain selain pencipta.
Hak khusus meliputi :
a. hak untuk mengumumkan;
b. hak untuk memperbanyak.
Pengaturan hak cipta diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997.
Dikatakan hak khusus atau sering juga disebut hak eksklusif yang berarti hak tersebut hanya diberikan kepada pencipta dan tentunya tidak untuk orang lain selain pencipta.
Hak khusus meliputi :
a. hak untuk mengumumkan;
b. hak untuk memperbanyak.
Pengaturan hak cipta diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Untuk mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997.
Pendaftaran hak cipta bukanlah
merupakan persyaratan untuk memperoleh perlindungan hak cipta (pasal 5 dan
pasal 38 UUHC). Artinya, seorang pencipta yang tidak mendaftarkan hak cipta
juga mendapatkan perlindungan, asalkan ia benar-benar sebagai pencipta suatu
ciptaan tertentu. Pendaftaran bukanlah jaminan mutlak bahwa pendaftar sebagai
pencipta yang dilindungi hukum. Dengan kata lain Undang-Undang Hak Cipta
melindungi pencipta, terlepas apakah ia mendaftarkan ciptaannya atau tidak.
2. PATEN
2. PATEN
Hak khusus yang diberikan negara
kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuan
kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1 Undang-undang Paten).
Paten hanya diberikan negara
kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi.
Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di
bidang teknologi yang berupa :
a. proses;
b. hasil produksi;
c. penyempurnaan dan pengembangan proses;
d. penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
a. proses;
b. hasil produksi;
c. penyempurnaan dan pengembangan proses;
d. penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
Pengaturan Paten diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten. Untuk
mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1989 jo Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 atau Undang-Undang Paten (UUP) saja.
Pemberian Paten
Penemuan diberikan Paten oleh negara apabila telah melewati suatu proses pengajuan permintaan paten pada Kantor Paten (Departemen Kehakiman Republik Indonesia di Jakarta).
Penemuan yang tidak dapat dipatenkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Paten, yaitu :
a. Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan.
b. Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
c. Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
3. MEREK
Tanda yang berupa gambar, nama,kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
Pemberian Paten
Penemuan diberikan Paten oleh negara apabila telah melewati suatu proses pengajuan permintaan paten pada Kantor Paten (Departemen Kehakiman Republik Indonesia di Jakarta).
Penemuan yang tidak dapat dipatenkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Paten, yaitu :
a. Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan.
b. Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode tersebut.
c. Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
3. MEREK
Tanda yang berupa gambar, nama,kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
Merek dagang adalah merek yang
digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang
sejenis lainnya. Sedangkan Merek jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek kolektif adalah merek yang
digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang
diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk
membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.
Pengaturan Merek diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek telah diubah
dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek. Untuk
mempermudah penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1992 jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 atau dapat juga disingkat
Undang-Undang Merek (UUM).
Pendaftaran Merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kantor Merek.
Unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5 Undang-Undang Merek yaitu :
a. Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
b. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda.
c. Tanda yang telah menjadi milik umum.
d. Tanda yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.
Perlindungan Hak Cipta
Pendaftaran Merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kantor Merek.
Unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5 Undang-Undang Merek yaitu :
a. Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
b. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda.
c. Tanda yang telah menjadi milik umum.
d. Tanda yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.
Perlindungan Hak Cipta
Setiap negara menerapkan
persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya
berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris
misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan
usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak
cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi
terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu,
misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video,
atau surat), pemegang hak cipta
sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan
tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan
(sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi
bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.
Pemegang hak cipta bisa jadi
adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila
ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum
berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988)
dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di
Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga
pemerintah dan lembaga swasta.
Ciptaan Yang Dapat
Dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta
di Indonesia dapat mencakup misalnya buku,
program komputer,
pamflet, perwajahan (lay
out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah,
kuliah, pidato, alat peraga yang
dibuat untuk kepentingan pendidikan
dan ilmu
pengetahuan, lagu
atau musik dengan atau tanpa
teks, drama, drama musikal,
tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala
bentuk (seperti seni lukis,
gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat,
seni patung, kolase,
dan seni terapan), arsitektur,
peta, seni batik (dan karya
tradisional lainnya seperti seni songket
dan seni ikat),
fotografi, sinematografi, dan tidak
termasuk desain
industri (yang dilindungi sebagai kekayaan
intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan
karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi
berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi
sebagai ciptaanebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas
ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Penanda Hak Cipta
Dalam yurisdiksi tertentu, agar
suatu ciptaan seperti buku
atau film mendapatkan hak cipta
pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan
hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas
sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata
"copyright", yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang
hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya
edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka
tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu.
Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna
ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.
Pada perkembangannya, persyaratan
tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara
anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu,
persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan
yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.
Lambang © merupakan lambang Unicode 00A9 dalam heksadesimal, dan dapat diketikkan dalam (X)HTML sebagai ©, ©, atau ©
Lambang © merupakan lambang Unicode 00A9 dalam heksadesimal, dan dapat diketikkan dalam (X)HTML sebagai ©, ©, atau ©
Jangka Waktu
Perlindungan Hak Cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka
waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi
yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat
bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak
diterbitkan. Di Amerika
Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang
diterbitkan sebelum tahun 1923
telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak
cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang
hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis
masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal
meninggalnya pencipta.
Di Indonesia, jangka waktu
perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah
50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau
dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran,
atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan
dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
Penegakan Hukum
Atas Hak Cipta
Penegakan hukum atas hak cipta
biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada
pula sisi hukum pidana.
Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius,
namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Sanksi pidana atas pelanggaran
hak cipta di Indonesia
secara umum diancam hukuman penjara
paling singkat satu bulan
dan paling lama tujuh tahun
yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu
juta rupiah dan paling banyak
lima miliar rupiah, sementara
ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta
alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh
Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).
Batasan Hak Cipta
Batasan Hak Cipta
Perkecualian hak cipta dalam hal
ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak
cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing
yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan
tanpa dianggap melanggar hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta
yang berlaku di Indonesia,
beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18).
Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila
sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas
untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan
dalam lingkup pendidikan
dan ilmu
pengetahuan, kegiatan penelitian dan
pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang
didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu
ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk
pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk
pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip
harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya
nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu,
seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer
dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk
dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Selain itu, Undang-undang Hak
Cipta juga mengatur hak pemerintah
Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu
memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan
nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan "yang
apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun
menimbulkan masalah kesukuan
atau ras, dapat menimbulkan
gangguan atau bahaya terhadap pertahanan
keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan
umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17).
ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat
hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan
Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal
13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga
Negara, peraturan
perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat
Pemerintah, putusan
pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan
badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya
keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat, semua
dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak
berhak cipta.
Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta
mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut
sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan
pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita,
lembaga penyiaran, dan surat kabar
atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara
lengkap.
Pendaftaran Hak Cipta Di Indonesia
Pendaftaran Hak Cipta Di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan
bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan
timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau
terwujud dan bukan karena pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran
ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul
sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV
Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah
[Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat
mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan
pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan
prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI.
"Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar
dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai
biaya.
referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
http://asiamaya.com/konsultasi_hukum/haki/lingkup_haki.htm
referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta
http://asiamaya.com/konsultasi_hukum/haki/lingkup_haki.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar