Rasa ingin tahu manusia ternyata tidak dapat terpuaskan hanya atas
dasar pengamatan ataupun pengalaman. Untuk itulah, manusia mereka-reka
sendiri jawaban atas keingintahuannya itu. Sebagai contoh: “Apakah
pelangi itu?”, karena tak dapat dijawab, manusia mereka-reka jawaban
bahwa pelangi adalah selendang bidadari. Jadi muncul pengetahuan baru
yaitu bidadari. Contoh lain: “Mengapa gunung meletus?”, karena tak tahu
jawabannya, manusia mereka-reka sendiri dengan jawaban: “Yang berkuasa
dari gunung itu sedang marah”. Dengan menggunakan jalan pemikiran yang
sama muncullah anggapan adanya “Yang kuasa” di dalam hutan lebat,
sungai yang besar, pohon yang besar, matahari, bulan, atau adanya
raksasa yang menelan bulan pada saat gerhana bulan. Pengetahuan baru
yang bermunculan dan kepercayaan itulah yang kita sebut dengan mitos. Cerita yang berdasarkan atas mitos disebut legenda.
Mitos itu timbul disebabkan antara lain karena keterbatasan alat indera manusia misalnya:
1. Alat Penglihatan
Banyak benda-benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak
jelas oleh mata. Mata tidak dapat membedakan benda-benda. Demikian juga
jika benda yang dilihat terlalu jauh, maka tak mampu melihatnya.
2. Alat Pendengaran
Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi
dari 30 sampai 30.000 perdetik. Getaran di bawah 30 atau di atas 30.000
perdetik tak terdengar.
3. Alat Pencium dan Pengecap
Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun
diciumnya . manusia hanya bisa membedakan 4 jenis masa yaitu rasa
manis,masam ,asin dan pahit.
Bau seperti parfum dan bau-bauan yang lain dapat dikenal oleh
hidung kita bila konsentrasi di udara lebih dari sepersepuluh juta
bagian. Melalui bau, manusia dapat membedakan satu benda dengan benda
yang lain namun tidak semua orang bisa melakukannya.
4. Alat Perasa
Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin
namun sangat relatif sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat observasi
yang tepat.
Alat-alat indera tersebut di atas sangat berbeda-beda, di antara
manusia: ada yang sangat tajam penglihatannya, ada yang tidak.
Demikian juga ada yang tajam penciumannya ada yang lemah. Akibat dari
keterbatasan alat indera kita maka mungkin timbul salah informasi,
salah tafsir dan salah pemikiran. Untuk meningkatkan kecepatan dan
ketepatan alat indera tersebut dapat juga orang dilatih untuk itu,
namun tetap sangat terbatas. Usaha-usaha lain adalah penciptaan alat.
Meskipun alat yang diciptakan ini masih mengalami kesalahan.
Pengulangan pengamatan dengan berbagai cara dapat mengurangi kesalahan
pengamatan tersebut.
Jadi, mitos itu dapat diterima oleh masyarakat
pada masa itu karena:
a. Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan penginderaan baik langsung maupun dengan alat.
b. Keterbatasan penalaran manusia pada masa itu.
c. Hasrat ingin tahunya terpenuhi
Menurut Auguste comte (1798-1857),dalam sejarah perkembangan jiwa
manusia, baik sebagai individu maupun sebagai keseluruhan, berlangsung
tiga tahap:
1. Tahap teologi atau fiktif
2. Tahap filsafat atau metafisik atau abstrak
3. Tahap positif atau ilmiah riel
Pada tahap teologi atau fiktif manusia berusaha untuk mencaari
atau menemukan sebab yang pertama dan tujuan yang terakhir dari segala
sesuatu,dan selalu dihubungkan dengan kekuatan ghaib. Gejala alam yang
menarik perhatiannya selalu diletakkan dalam kaitannya dengan sumber
yang mutlak. Mempunyai anggapan bahwa setiap gejala dan peristiwa
dikuasi dan diatur oleh para dewa atau kekuatan ghaib lainnya.
Tahap metafisika atau abstrak merupakan tahap dimana manusia masih
tetap mencari sebab utama dan tujuan akhir, tetapi manusia tidak lagi
menyadarkan kepada kepercayan akan adanya kekuatan ghaib , melainkan
kepada akalnya sendiri,akal yang telah mampu melakukan abstraktasi guna
menemukan hakikat segala sesuatu.
Tahap positif atau riel merupakan tahap dimana manusia telah mampu
berfikir secara positif atau riel,atas dasar pengetahuan yang telah
dicapainya yang dikembangkan secara positif ,melalui pengamatan ,
percobaan dan perbandingan.
Mitos adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman dan
pemikiran sederhana serta dikaitkan dengan kepercayaan akan adnya
kekuatan ghaib. Sehingga pengetahuan yang diperoleh bersifat subyektif.
Gempa bumi diduga terjadi karena Atlas (raksasa yang memikul bumi
pada bahunya )memindahkan bumi dri bahu yang satu kebahu yang lain.
Gerhana bulan diduga terjadi karena dimakan oleh raksasa. Menurut
dongeng raksasa itu takut pada bunyi – bunyian, maka pada waktu gerhana
bulan manusia memukul apa saja yang dapat menimbulkan bunyi. Supaya
raksasa itu takut dan memuntahkan kembali bulan purnama. Bunyi guntur
dikira ditimbulka oleh adanya kereta yang dikendarai dewa melintas
langit.
Demikian pada tahap mitos atau tahap teologi ini manusia menjawab
rasa ingin tahunya dengan menciptakan dongeng-dongeng atau mitos,
karena alam pikirannya masih terbatas pada imajinasinya dan cara
berpikir irasional.
Masyarakat dahulu dapat menerima mitos karena keterbatasan
pengetahuan, pengalaman, dan pemikirannya.sedangkan hasrat ingin
tahunya berkembang terus.
Puncak hasil pemikiran seperti di atas terjadi pada zaman
Babylona,yaitu kira-kira 700-600 SM. Pendapat orang Babylona tentang
alam semesta antara lain adalah bahwa alam semesta merupakan suatu
ruangan atau selungkup. Lantainya adalah bumi yang datar , sedangkan
langit dengan bintangnya merupakan atapnya. Dilangit ada semacam
jendela yang memungkinkan air hujan dapat sampai ke bumi.
Karena kemampuan berpikirnya manusia semakin maju dan disertai
pula oleh perlengkapan pengamatan, misalnya teropong bintang, mitos
dengan berbagai legendanya makin ditinggalkan, dan mereka cendrung
menggunakan akal sehat dan rasionya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar